Minggu, 23 Juni 2013 di 23.32 Diposting oleh Karasumori Kun 0 Comments

"uu--uhh" desahku lalu membuka mata

"EEIIHHH?? APA YANG--" tadinya aku mau berkata apa yang terjadi, tetapi setelah melihat rumahku normal normal saja dan kamarku pun tidak ada kerusakan kufikir itu hanya mimpi , akan tetapi aku melihat sesosok cewek berjas putih sedang memasak telur di dapur, berarti ....

"selamaat paaagii!!!" teriaknya gembira

"eehh kau! apa yang baru saja terjadi kepadaku!" marahku

"aku hanya menjadikanmu The Next Last Blood kok , sekarang kau mempunyai kekuatan !" katanya

"kekuatan? kekuatan apa?" kataku penasaran

"kalau itu sih aku masih belum tau, tapi suatu saat kau akan bisa mengaktifkan 'Tipe Profesi' mu , oiya! bukanya kau mau berangkat sekolah ya? " katanya

lalu kuliat jamku menunjukan angka 7 pas ...

CIKUSHOOO!!! AKU TELATT!!!!

kuambil seragamku lalu berlari secepat mungkin ke sekolah dalam keadaan proses mengenakan baju!.

=SKIP MOMENT=

sepulang sekolah pun tiba , saat aku dan 3 temanku kiba,ruka,hinagiku mau pergi ke kedai Izaya milik ruka, dipersimpangan sekolah aku melihat cewek berjas putih  menghampiriku...

"ayo anikii!!" katanya

APEEEHH?? ANIKI??

"gila lo, apaaan sih mau lo?" kataku agak kasar

melihat matanya berkaca kaca dan teman2ku yang meliriku dengan Deathglare alias pandangan kematian akuupun mengikuti tempest saja daripada ada masalah.

sesampai dirumah pun kami tidak langsung masuk.

"aniki tunggu di depan rumah saja ya! nanti kalau ada hantu nyamperin aniki, tonjok aja!" katanya

EMANGNYA INI RUMAH SIAPAAA!!! =.=a

di 23.13 Diposting oleh Karasumori Kun 0 Comments

"hei hei! kau ini apa dan dari mana!?" kataku geram

"namwakuw Temfwes akwhu brwasal drwi Hiwgh skwyy" katanya dengan mulut penuh dengan makanan di ruang makanku yang jadi berantakan gara gara dia.

ya , gadis mungil berambut pink pendek dengan pakaian jubah berwarna putih yang meluncur dari langit layaknya meteor lalu memporak porandakan kamarku dan menghancurkan dunia kecilku (dibaca: internet xD)

"habiskan dulu makanan yang ada dimulutmu itu lalu bicara" kataku sedikit geram

Glek dan "namaku Tempest , aku berasal dari High Sky ! senang bertemu denganmu!" katanya

"yaya, kau itu makhluk apa dan high sky itu apa?" kataku bertanya

"aku adalah malaikat yang diturunkan kebumi untuk mencari orang yang tepat untuk dijadikan Next Blood of Endan!, kalau High Sky itu adalah tempat dimana para malaikat yang akan turun kebumi ditempatkan ... yaahh karna aku terjatuh disini , aku akan memilihmu sebagai The Next Blood of Endan!" katanya seraya mengambil sebilah pisau dari dapur.

dia mendekatiku dan menghunuskan pisau itu kearahku.

"he--heeii!! apa yang kau--"

ZLEBB!

dadaku pun tertancap pisau dapur yang dia hunuskan.

"tenang saja , ini tidak akan lama jika kau menurut" katanya lalu mencabut pisau dan membuat lingkaran Stigma disekitar tubuhku dan tubuhnya.

aku hanya tumbang seraya memegangi luka yang dia hunuskan ke dadaku, sedangkan dia mengucap mantra yang tidak aku pahami, tapi...

SYUUUNGGG

lingkaran stigma yang mengelilingiku dan dia menyala dan tubuhku terangkat dengan sendirinya, dia hanya memejamkan mata dan terus berkomat kamit , aku tidak bisa berbicara sepatah kata pun!.

lalu dia kembali melemparkan pisau itu ke kepalaku  , dan dari kepalaku keluar banyak sekali darah! tidak! ini terlalu banyak!.

"darah yang keluar dari kepalamu itu adalah dara seluruh tubuhmu!" katanya seraya menatapku tanpa dosa

aku merasa sangat lemas... darah darahku yg keluar menciprati stigma antara aku dan dia, stigma itu pun berubah menjadi jilatan api antara tubuhku dan memasuki lubang bekas hujaman pisau di kepalaku dan ditubuhku.

"darahmu digantikan dengan jilatan api Tempest Spell , hehehe, Yoroshiku onegaishimasu" katanya sambil tersenyum

ahhhh semua jadi buram...

di 22.48 Diposting oleh Karasumori Kun 0 Comments

Malam hari memang jam paling indah untuk nonton anime, kunyalakan laptopku lalu kubuka website yang menyediakan streaming online anime ... sebelum aku menonton lebih baik aku mencari cemilan dulu agar santai.

setelah aku kembali dari dapur untuk ambil cemilan , koneksi internet di komputerku jadi aneh begini , TIDAK ADA SINYAL!... dan DRRRTT atap rumahku bergetar , Ehhh?.

kenapa atap rumahku bergetar? semakin sini semakin menjadi getaranya ... jangan jangann!!, aku berlari keluar kamar secepat mungkin , aku pikir akan ada meteor yang jatuh kerumahku .

BUMMMM!!! atap kamarku jebol , dan kamarku pun berantakan... tapi tidak ada meteor, EHH? TIDAK ADA METEOR ?? ... yang ada hanya wanita berpakaian kimono putih seperti mayat yg terlentang dikamarku , EHH?? MAYATT??.. tidak! bukan mayat! dia masih bernafas! ... lalu matanya membuka dan melihat kearahku.

"aku ingin makan" begitu katanya

"GYAAA!!! GANTI RUGI DULU KERUSAKAN KAMAR GUEEE!!!"

Sabtu, 22 Juni 2013 di 03.09 Diposting oleh Karasumori Kun 0 Comments

Genre: Action,Fantasy,Romance,Mecha,Comedy

 Raven City adalah ibukota dari provinsi Ren negara Vreaks , Suasana cukup ramai dan tidak terlalu modern (semacan osaka lah) ...

Shunkan Highschool adalah sekolah yang sangat efisien , dekat dengan kota dan stasiun ... terdapat banyak sekali murid , Shunkan Highschool adalah sekolah terbaik ke 5 di kota Raven, pakaian di Shunkan Highschool sehari harinya adalah baju sekolah berwarna hitam berdasi dan kerah ... celana panjang hitam.

Pengenalan Karasu dan 3 Temanya:

Nama: Karasu Irvana
Kelamin: Laki Laki
Tinggi: 156 cm
Berat: 63 kg
Umur: 16
Penampilan: Bergaya rambut kaya Ryuzaki L (hehe xD) , selain  baju sekolah .. sehari hari dia menggunakan baju berwarna hitam polos dan celana panjang (bukan jeans :v) berwarna hitam pula :v
Status: Pelajar
Profesi: -Still Secret-
 Sifat: Pemalas,Bermain Dibalik Layar,Selalu Telat Dalam Melakukan Sesuatu,Berfikir Kritis,Sangat Menghargai Pertemanan

Nama:  Ruka Izaya
Kelamin: Perempuan
Tinggi: 150 cm
BeratL 59 kg
Umur: 16
Penampilan: kayak tatsuki arisawa di bleach aja dah xD , dan beroppai besar xD
Status: Pelajar dan Penjaga Kedai "Izaya Bar"
Profesi: -Still Secret-
 Sifat: Tomboy,Kuat,Kepedean,Antusias,Emosional

Nama: Toramine Kiba
Kelamin: Laki Laki
Tinggi: 153 cm
Berat: 60 kg
Umur: 17
Penampilan: Berambut putih rancung , Selain pakain sekolah.. baju putih + kemeja merah dengan celana jeans panjang berwarna biru
Status: Pelajar
 Profesi: -Still Secret-
Sifat: Pendiam,Misterius,Dapat Diandalkan,Pintar

Nama: Hinagiku Enma
Kelamin: Perempuan
Tinggi: 151 cm
Berat: 55 kg
Umur: 16
Penampilan: berambut panjang berwarna hitam dan memiliki pita dirambut berwarna merah marun, mata berwarna merah, selain pakaian sekolah... sehari hari memakai kimono khas anak kuil
Status: Pelajar + Penjaga Kuil Diatas Bukit
Profesi: -Still Secret-
Sifat: Ceria,Cengeng,Rela Berkorban,Cepat Mengambil Tindakan,Peka Terhadap Perasaan Seseorang

N.B: Profesi ? nanti juga tau :v



di 02.48 Diposting oleh Karasumori Kun 0 Comments

Shunkan Highschool and Raven City, Why?

 Namaku Karasu Irvana , aku siswa dari Shunkan Highschool di kota Raven ... Kota Raven adalah kota biasa , kehidupanku juga biasa, sekolahku pun tidak terlalu mencolok dibanding sekolah lain.. Rumahku biasa saja, hanya saja aku tinggal bersama adik perempuanku, dia pun biasa saja... YAP ! semua di dalam hidupku ini biasa saja!.

Setidaknya aku memiliki 3 teman sejati yang setia memberiku apapun, uang saat aku tidak punya :v , makanan saat aku minta :v , dan lainya...

Kami memiliki tempat 'nongkrong' di kedai salah satu temanku , yaah meski tidak begitu megah tapi lumayan jika hanya untuk nongkrong nongkrong :v ...

Tadinya hidupku itu biasa saja, TETAPI ....

-To Be Continued

di 02.24 Diposting oleh Karasumori Kun 0 Comments


sebelumnya thanks pada kulonread yang sudah translate

Chapter 1: “Shadow”
Chatroom (hari libur – malam hari)
《Makanya kubilang: tim terkuat di Ikebukuro sekarang adalah “Dollars”! 》
[Aku belum pernah melihat langsung orang-orang Dollars, tapi aku sering dengar rumor tentang mereka]
《Itu karena mereka bergerak diam-diam! Tapi semua orang membicarakan mereka di internet, tahu? 》
【Hoo, kayaknya Kanra bener-bener tahu segala hal di Ikebukuro, ya.】
《Nggak juga, sih! 》
《Ah, hey hey hey… Ada yang tahu tentang Black Bike?》
【Black Bike? 】
[Oh-]
《Orang yang bikin gara-gara di sekitar Shinjuku dan Ikebukuro baru-baru ini. Bahkan ada liputan tentang itu kemarin. 》
♂♀
★ Tokyo • Distrik Bunkyo, di suatu tempat (hari biasa – larut malam)
“Kau… monsteeeeeer!”
Seorang pria berteriak marah, ia mengangkat pipa besi di tangannya—dan berlari dengan kecepatan penuh.
Pemuda itu berlari melintasi jajaran mobil yang diparkir sambil menggenggam pipa besi, yang mulai hangat karena suhu tubuhnya, di tangan kanannya. Tapi karena berkeringat, genggaman tangannya sedikit mengendur.
Tak ada seorangpun di sana, hanya beberapa mobil yang sedang menungu pemiliknya.
Tempat itu sepi, hanya terdengar suara langkah pemuda itu, suara nafas dan detak jantung bergema di telinganya.
Terjebak di antara koridor beton yang tebal, penjahat kecil itu berteriak,
“…S…sialan! Sial! Sial! A…ak..aku pasti akan dibunuh! Brengsek!”
Meskipun kemarahan berkobar di mata pemuda itu, tapi kata-kata yang meluncur dari mulutnya dipenuhi ketakutan.
Sampai detik ini, tato yang terpatri di lehernya selalu jadi simbol teror bagi lawannya. Sekarang dalam ketakutannya, tato itu sudah hilang bentuk. Di atas tato yang ia patri itu—sebuah jejak hitam terbentuk bersamaan dengan suara langkah kaki boot yang bergema.
♂♀
《Sebenarnya, rumor itu sudah lama ada. Dulu sampai sekarang—sudah banyak orang mengambil gambarnya dengan kamera foto, dan langsung jadi hit!》
「Oh, aku tahu dia. Tapi dia nggak masuk hitungan urban legend atau sesuatu yang aneh, kan? Itu cuma geng motor biasa…Ah, tapi, kayaknya orang-orang nggak lagi ngumpul untuk bakar karet lagi.」
《Tapi dia mengendara tanpa lampu, itu ‘kan aneh!》
《Aneh kalau dia manusia.》
【Aku nggak ngerti maksudmu.】
《Ah, yah… gamblangnya, dia itu monster!》
♂♀
Dengan suara yang mengerikan, tubuh penjahat itu terlempar di udara membentuk busur.
Pria itu terbanting keras ke latar dengan sisi tubuhnya duluan dan, meski kepalanya terbanting, dengan panik ia merangkak kabur. Meski udara di sekitarnya dingin menggigit, seluruh tubuhnya terasa kebas, tidak merasakan dinginnya lantai beton. Seperti orang yang lari dari mimpi buruk, pria itu menengok ke belakang, dan menemukan sumber kengeriannya sedang berjalan di belakangnya.
Yang berdiri di sana adalah bayangan—sesuai dengan istilah itu, tak salah lagi itu adalah ‘bayangan’.
Bayangan itu mengenakan pakaian pembalap berwarna hitam, tak ada emblem ataupun gambar yang berarti, memberi kesan pakaian hitam yang dicelup ke dalam tinta yang lebih pekat. Jika bukan karena cahaya yang merembes dari tempat parkiran, pemuda itu mungkin tidak akan menyadari ada seseorang di sana.
Bagian yang paling membingungkan dari semua itu adalah helem aneh yang dikenakannya. Kontras dengan warna hitam pekat di bawahnya, bentuk helem dan polanya menyatu dengan artistik.  Meski begitu, tetap tidak bertentangan dengan baju hitam si pengendara.
Kaca depan helem itu berwarna hitam kelam, seperti warna pada kaca jendela mobil bagian bawah: satu-satunya yang terlihat hanyalah lengkung kilatan bayangan dari lampo neon, tak ada rupa apapun di dalamnya.
“…”
Satu-satunya yang disampaikan oleh bayangan itu hanyalah keheningan, hampir seperti tidak hidup. Wajah pria muda itu terpilin lebih jauh, rasa takut dan kebencian mendominasi wajahnya.
“A…aku….aku…tidak ingat sudah mengganggu Terminaror!”
Normalnya, ini mungkin jadi guyonan, tapi saat ini, lelaki muda itu sedang tidak bercanda.
“Ng….ng…ngomong dong! Kau ini siapa? Kau ini apa?!”
Bagi lelaki muda itu, keberadaan si bayangan memang sesuatu yang tidak bisa ia pahami. Mereka hanya melakukan rutinitas biasa mereka, bertemu di tempat parkir bawah tanah, melakukan ‘pekerjaan’ biasa lalu bubar.  Pekerjaannya selalu sama, mengirimkan ‘barang’ kepada klien lalu pergi mengambil ‘barang’ baru. Hanya itu, sama seperti biasa. Apa yang salah? Kesalahan apa yang mereka lakukan sampai memanggil monster semacam ini—?
Pria itu dan ‘kolega’nya berencana untuk melakukan hal biasa malam ini.
Tapi—rutinitas biasa mereka tiba-tiba hancur, tanpa peringatan.
Saat mereka sedang menunggu kolega mereka yang terlambat di luar pintu masuk parkiran, mahkluk itu sekonyong-konyong muncul. Sepeda motor itu lewat tanpa suara dan berhenti beberapa meter jauhnya dari mereka.
Ketika pria itu dan teman-temannya melihat ‘orang’ yang lewat itu, mereka menyadari beberapa kejanggalan.
Pertama—sepeda motor itu benar-benar tidak bersuara ketika lewat. Mungkin ada sedikit suara ban bergesek, tapi mereka sama sekali tidak mendengar suara mesin seperti yang seharusnya ada. Tentu saja ada kemungkinan si pengendara melewati pintu parkir setelah mematikan mesin; tapi bahkan meski begitu,  seharusnya terdengar suara motor sebelum mesin dimatikan. Tapi tak ada yang mendengarnya.
Yang lebih aneh adalah baik kendaraan maupun pengendaranya semua berwarna hitam kelam. Bukan hanya mesin dan tangkai giginya—bahkan pelek rodanyapun berwarna hitam. Tidak ada sinar lampu. Bahkan di tempat seharusnya plat nomor berada, hanya menggantung logam hitam. Semua orang hanya mengandalkan lampu jalan dan sinar bulan untuk memastikan bahwa bayangan itu adalah sepeda motor.
Tapi—yang lebih janggal dari semuanya adalah tangan kanan si pengendara yang berwarna hitam yang sedang membawa benda yang sangat besar. Hampir sebesar si pengendara, dan cairan pekat menetes tanpa henti dari ujungnya, menetes ke aspal.
“Koji…?”
Salah satu teman dari pemuda itu menyadari apa sebenarnya benda besar itu. Lalu, si pengendara melompat ke sepeda motornya dan melaju, dan melempar benda…bukan, ‘dia’ ke jalan.
Dia adalah orang yang mereka tunggu, ‘kolega’ yang terlambat. Wajahnya membengkak lebam, dan darah meleleh dari hidung dan mulutnya.
“Brengsek…”
“Siapa kau?”
Meski semua orang disergap perasaan aneh yang tidak bisa digambarkan, tak seorangpun merasa takut saat itu. Pada saat yang sama, tak seorangpun merasa marah karena rekan mereka Kouji dihajar. Karena orang-orang ini hanya teman satu pekerjaan, dan tak seorangpun punya hubungan yang lebih dekat dari itu.
“Kenapa, kenapa? Apa yang kau mau?”
Yang memakai parka, wajahnya kelihatan sedikit lebih pintar dari yang lain, melangkah mendekati sepeda motor. Cuma ada satu musuh, dan mereka berlima. Menang jumlah membuat pemuda itu percaya diri. Tapi ketika ia menghampiri sepeda motor itu, keadaan jadi berubah satu lawan satu. Dan satu-satunya yang menyadari hal itu hanyalah bayangan hitam yang duduk di atas sepeda motor.
“…”
Kroak.
Suara yang mengerikan. Sebuah suara yang sangat, sangat menggelisahkan mengambang di udara. Suara itu membuat perasaan gelisah yang melebihi kegelisahan biasa, memicu alarm ‘bahaya’ pada naluri semua orang.
Di saat yang sama, si cowok parka jatuh berlutut. Jatuh dengan wajah membentur aspal lebih dulu.
“Whaa…?”
Seperti pada umumnya, orang-orang itu bersiaga dan melihat ke sekitar, mengamati lingkungan di sekitar mereka dengan tegang. Tapi mereka hanya menemukan bahwa satu-satunya lawan mereka hanyalah pengendara di depan mereka, tak ada orang lain di situ. Dan lagi—si ‘bayangan’ yang duduk di atas sepeda motor pelan-pelan menurunkan sepatu bootnya kembali ke tanah.
Mereka melihat gerakan itu. Karena mahkluk itu menginjakkan kaki kembali ke tanah, berarti tadinya kaki itu melayang. Selain itu, mereka melihat hal yang lain.
Di bawah sepatu boot itu terdapat kacamata si cowok parka.
Dari informasi itu, dengan cepat mereka menyimpulkan apa yang terjadi.
—Bahwa selagi menunggang motor, ‘bayangan’ itu melayangkan tendangan, yang melumpuhkan si cowok parka dalam sekali serang.
Jika mereka melihat wajah si cowok parka, mereka akan tahu bahwa hidungnya patah. Yang berarti, si ‘bayangan’, selagi menunggang motor, mengambil jarak yang dibutuhkan untuk menendang cowok parka sampai melayang, menggunakan lekuk sol sepatunya untuk memerangkap dan meremukkan hidungnya.
Tapi karena mereka berdiri di sisi yang lain, mereka tidak tahu hal itu. Sebagian dari mereka hanya berpikir bahwa itu aneh—kenapa dia jatuh ke depan padahal ditendang?; sementara sisanya sama sekali tidak berpikir, hanya mengambil tongkat polisi dan stun gun dari pinggang mereka.
“Tadi itu… apa yang terjadi? Eh, hah? Maksudku… kok dia bisa melakukan itu…?”
Tanpa menghiraukan pemuda yang bingung itu, dua rekannya berlari marah menuju si pengendara.
“Ah, hey…”
Tepat ketika pemuda itu mau mengatakan sesuatu, dia melihat si ‘bayangan’ menyelinap turun dari motornya. Bersamaan dengan hancurnya kacamata di bawah kakinya, ia melangkah ke depan dengan cepat dan ringan tanpa membuat gerakan atau suara yang berarti. Gerakannya benar-benar elegan, memberi kesan sebuah ‘bayangan’ yang mengambil bentuk manusia.
Apa yang terjadi selanjutnya terukir dalam di benak si penjahat, seperti melihat adegan slow motion. Mungkin adegan semacam ini terlalu abnormal, atau mungkin naluri akan bahaya yang akan datang membuat konsentrasinya meloncat ke depan.
Salah satu kawannya menyorongkan stun gun pada si ‘bayangan’.
—Huh, bisakah listrik menembus jaket kulit?
Tepat ketika ia mempertimbangkan pertanyaan itu, ia melihat seluruh tubuh si ‘bayangan’ limbung. Sepertinya memang menyalurkan listrik. Semuanya sudah selesai.
Mulai tenang, ia menekan stun gunnya lagi, tapi detik berikutnya, kegelisahan mengguncangnya.
Tubuh bayangan itu bergetar hebat, ia meraih pergelangan tangan lelaki yang memegang tongkat polisi di samping si pemegang setrum.
“Argh!”
Tidak seperti si ‘bayangan’, yang berguncang selagi disetrum, lelaki dengan pentungan ini hanya melonjak keras satu kali dan jatuh terbanting di latar, seolah memantul.
“Bajingan…”
Si lelaki setrum menyadari bahwa tangan si ‘bayangan’ sekarang bergerak ke arahnya, dan buru-buru mematikan stun gun di tangannya. Tapi, situasi tidak membaik, dan tangan si ‘bayangan’ mengunci lehernya.
Mesipun ia meronta dengan tangan dan kakinya, si ‘bayangan’ tidak mengendurkan cengkeramannya. Bahkan meski ia mendaratkan tendangan keras pada kaki ataupun tubuh si ‘bayangan’, satu-satunya reaksi di balik helem itu hanyalah kebisuan dan kegelapan.
“Kuh… Gah…”
Si cowok stun gun tergantung dalam posisi itu sampai bola matanya terbalik dan ia pingsan ke tanah seperti si cowok pentungan.
—Brengsek, aku nggak ngerti apa yang terjadi, tapi brengsek. Aku bahkan belum bergerak seinchipun dan jika Koji tidak dihitung, dua dari kami berenam sudah dilumpuhkan. Bukan karena keadaannya yang menyedihkan ini atau apa, kejanggalan mahkluk di depannyalah yang menumbuhkan benih ketakutan di dalam hati penjahat kecil itu.
“Jadi dia bisa bertarung dengan tangan kosong?”
Tidak seperti si penjahat kecil itu, orang di sebelah kanannya bergumam tenang pada dirinya sendiri.
“Ga-san.”
Mendengar ia bergumam, penjahat itu memanggil kawannya, ia menggantungkan harapan pada kepercayaan diri dalam nada suara kawannya itu. Lebih tepat disebut ‘leader’ daripada ‘kolega’, orang bernama Ga-san mengamati si ‘bayangan’ tanpa bergerak sedikitpun. Tak ada kepanikan di matanya, tapi ia juga bukannya tenang.
Ga-san mengeluarkan pisau besar dari balik jaketnya dan berjalan ke arah bayangan. Kemudian, sambil tetap waspada, ia berkata pada ‘bayangan’,
“Aku tak tahu apa keahlianmu, tapi…yah, kau akan mati kalau tertusuk, tahu.”
Ia memutar-mutar pisau di tangannya. Tidak sekecil pisau buah atau pisau kecil, tapi juga tidak sebesar yang sering muncul di manga. Gagangnya pas berada di genggaman tangannya, dan mata pisaunya, hampir sepanjang gagangnya, berkilat dingin.
“Lagipula, meski sudah mengalahkan satu dua orang, tangan kosong saja tidak akan….Huuuh?”
Olokan itu dipotong oleh gerakan ‘bayangan’.
Si ‘bayangan’ menunduk sedikit dan mengambil dua benda yang ada di depan Ga-san. Benda itu adalah—tongkat polisi dan stun gun milik penjahat sebelumnya.
“…”
“…”
Stun gun di tangan kanannya, tongkat polisi di kirinya. Bentuk yang tidak lazim untuk nitou-ryuu[1].
Parkiran mobil, yang awalnya begitu tenang itu jadi menyeramkan, dalam sekejap tenggelam dalam kesunyian.
Yang menghancurkan keheningan itu adalah gumaman dari si leader:
“Eh… Kau bercanda, itu? Aneh sekali, ya? Bukannya kau menggunakan tangan kosong?”
Dari kata-katanya sendiri, kelihatannya hanya olok-olokan, tapi kegelisahan dalam suaranya terdengar begitu jelas. ‘Kami seharusnya mengeroyok dia berempat.’ Meski dia berpikir begitu, ia tidak mau terlihat konyol dengan mundur.
Penjahat yang menonton di belakang tidak bergerak selangkahpun dari tempatnya berdiri. Jika lawan mereka adalah anak geng atau polisi, dia akan bergabung tanpa pikir panjang. Tidak, mereka berempat akan langsung terjun sejak awal.
Tapi—‘sesuatu’ yang berdiri di sana jelas terlalu ajaib. Karena itulah, mereka tidak bereaksi sebagaimana biasa mereka lakukan. Apa yang berdiri di depan mereka sudah pasti hanyalah manusia yang memakai pakaian pembalap. Tapi aura yang meluap keluar terlalu ganjil, membuat  perasaan penjahat itu tidak enak, seolah ia berada di dunia lain.
Mungkin si leader itu menyadari ketidaknyamanan kawan penjahat di belakangnya, atau mungkin juga tidak. Ia menggeram lewat sela giginya.
“Itu curang! Aku sendiri cuma bawa pisau! Rupanya kau takut, hah?”
Sambil tetap diam menghadapi protesnya yang tidak masuk akal, si ‘bayangan’ menegakkan wajahnya pada si ‘leader’.
Kemudian—detik berikutnya, ‘itu’ mengubah bentuk jadi bentuk yang nyata tepat di depan mata si penjahat.
♂♀
《Yang mengendarai Black Bike itu bukan manusia. 》
【Terus apa?】
[Cuma berandalan.]
《Dota-chin bilang mungkin Shinigami.》
【Dota-chin? 】
《Sebenarnya sih, aku sudah pernah lihat sendiri. Black Bike itu mengejar seseorang 》
【Siapa itu Dota-chin?】
[Kau telpon polisi tidak?]
《Gimana ya menggambarkannya? Yah, rasanya nggak normal bawa-bawa kayak gituan. 》
【…Kau mengacuhkanku? Siapa Dota-chin?! 】
《Pertamanya aku tidak mengerti, tapi lalu aku tahu, itu keluar dari dalam tubuhnya—》
【…】
【? 】
【Kanra-san? Kenapa?】
[Kayaknya sambungannya putus.]
【Eeh?! Yaaaah, padahal dia baru cerita setengahnya! Apa yang keluar dari tubuhnya?】
【Dan siapa itu Dota-chin—-?!】
♂♀
“…?”
‘Bayangan’ itu membuat gerakan aneh di depan para penjahat dan pemimpinnya.
Dengan hati-hati ia menaruh stun gun itu ke tempat duduk sepeda motornya.
—Jadi dua senjata terlalu merepotkan?
Itulah yang dipikirkan si penjahat, tapi saat berikutnya,  si ‘bayangan’ menggenggam tongkat polisi dengan dua tangan—
Dan membengkokkannya seolah itu terbuat dari plastisin.
“Whoa…!”
Bisa diduga, keterkejutan mewarnai wajah mereka, untuk sesaat ekspresi mereka terlihat sama. Trik apa yang digunakannya untuk membengkokkan tongkat polisi? Bentuk fisik si ‘bayangan’ bertipe ramping, jadi mereka pikir tidak mungkin dia bisa mengeluarkan kekuatan super semacam itu.
Apapun kemungkinannya, ‘bayangan’ itu akhirnya membuang senjata yang ia pegang—hal itu membuat para penjahat itu tambah gelisah, pelan-pelan mengelupas kenyataan di hadapan mereka.
Menghadapi si ‘bayangan’, yang sekali lagi tidak bersenjata, si penjahat mengambil pipa besi yang tersandar di pagar. Menangkap gerakan itu lewat ekor matanya, si leader sekali lagi mengangkat pisaunya.
Keringat menetes melewati pipi mereka. Hanya perasaan tidak nyaman inilah yang mengikat mereka dengan realita di depan mereka.
“Apa-apaan… mau menakuti kami?”
Kata-kata itu meloncat begitu saja ketika si leader melirik pada tongkat polisi yang bengkok itu—saat bulir keringatnya menetes ke sela bibir, ia menelannya begitu saja. Adapun si penjahat, ia tidak berani melihat ke yang lain, dan hanya memegang erat pipa besinya, terengah. Nafasnya mulai cepat dan cepat, kemudian ia menyadari bahwa kaki, punggung dan giginya gemetaran. Sepertinya pertunjukan tadi sudah berhasil ‘menakuti’ mereka.
Seolah ingin melihat lebih dekat ekspresi takut mereka, ‘bayangan’ itu berjalan mendekat tanpa suara.
“Jadi pada akhirnya kau tetap memilih tangan kosong. Kau berani, kuakui itu.”
Tidak seperti si penjahat yang ketakutan, si leader sepertinya sudah menguatkan diri untuk menghadapi apapun yang mungkin terjadi. Matanya berkilat, ia menggenggam erat pisau di tangannya dan mendekat pada si ‘bayangan’.
Jarak di antara mereka tinggal tiga meter lagi. Dua langkah lagi dan ‘dia’ akan masuk jangkauan pisau.
—Ga-san adalah tipe orang yang melakukan sesuatu jika saatnya sudah tepat.
Menyadari hal itu, si penjahat mengikuti di belakang leadernya dengan pipa besi di tangan, siap mendukung.
Si pengguna pisau mengambil langkah lagi, dan rasa permusuhannya telah berubah jelas menjadi keinginan membunuh. Karena si penjahat tahu bahwa Ga-san adalah tipe orang yang sanggup menusuk lawan dengan segala keinginan membunuh, si penjahat mau mendukung tanpa cemas. Tak ada sedikitpun keengganan membunuh dalam dirinya, dan lagi, lawannya adalah ‘bayangan’, jadi bisa dibilang ia tidak membunuh seseorang.
Melihat kemungkinan menang dalam keinginan membunuh kawannya, si penjahat mempererat genggaman pada pipa besinya.
Tapi detik berikutnya—kemungkinan menang maupun keinginan membunuh mereka hilang entah kemana.
Tepat ketika mereka berpikir ‘bayangan’ itu cuma sekedar menyentuh punggungnya, sebagian tubuh hitamnya meluap keluar.
Rasanya seolah asap hitam yang menyembur keluar dari ‘bayangan’ bergerak dengan keinginannya sendiri. Dalam telapak tangan ‘bayangan’ yang tertutup sarung tangan hitam, asap hitam itu menggeliat seperti ular.
Seperti kuas yang dicelupkan ke dalam tinta, ‘aliran’ hitam itu membuat bentuk hidup yang gaib. Dalam sekejap, gerakannya menjadi stabil—membentuk bayangan hitam pekat.
Mata mereka melotot, dua orang yang berdiri di dekat lampu jalan dan parkiran mobil akhirnya sadar bahwa lawan mereka bukanlah manusia. Benar-benar bukan manusia.
Begitu asap hitam itu berpisah dari tubuh ‘bayangan’, semacam uap hitam melingkupi tubuhnya. Terlihat seolah pakaian yang dikenakannya larut di udara—semua kecuali helemnya yang nampak buram di bawat penerangan lampu jalan.
Dengan situasi yang sudah berkembang terlalu jauh dari realita yang mereka tahu, dua orang penjahat bergegas pergi. Melarikan diri bukan lagi pilihan, tubuh mereka sudah mengambil alih kendali, dengan penuh keyakinan menjalankan rencana awal. Dengan ekspresi ngeri, si leader yang membawa pisau menarik kembali pisau yang ia arahkan ke ‘bayangan’. Sedetik kemudian, pisau itu melayang, menuju perut ‘bayangan’, tapi—
Sebelum pisau itu mencapai ‘bayangan’, tangannya dipukul dengan keras. Meski ia tidak sampai menjatuhkan pisaunya, ia kehilangan keseimbangan, memperlihatkan celah besar.
“?!”
Asap hitam, tajam yang melempar pisau itu sedikit terlihat dalam keremangan.
‘Itu’ benar-benar hitam kelam. Lebih hitam daripada kegelapan mana pun. Menghisap seluruh cahaya dan bergerak seolah hidup. Benda yang tercipta dari gelombang hitam itu bukanlah benda yang cocok dengan latar jalanan Jepang modern.
Tapi dengan si pengendara ‘bayangan’ yang memegang, kelihatan bercampur serasi dengan lingkungan sekitarnya dalam cara yang sangat ganjil dan aneh.
Benda yang muncul di tangan ‘bayangan’ berwarna lebih gelap dari kegelapan malam, siapapun yang melihat dalam sekejap mengkaitkannya dengan ‘kematian’.
—benda itu tingginya hampir menyamai si ‘bayangan’—sebuah sabit besar bermata dua.
♂♀
—Kanra-san has entered the chatroom–
《Sambunganku tadi putus. Omong-omong, koneksi internetku lagi jelek akhir-akhir ini. Aku off,  mau tidur saja. 》
[Gud Niiiite]
【Cerita selanjutnya gimana? Siapa itu Dota-chin…】
《Tunggu aja besok. Hehehe, tapi aku akan memberitahumu satu hal. 》
♂♀
Lalu—penjahat itu dikejar sampai ke sudut.
Tak ada tempat lain untuk kabur dalam tempat parkir.
Dia tidak tahu apa yang terjadi pada leader mereka. Dia benar-benar berani sampai cukup peduli pada hal semacam itu sementara ia sudah menyaksikan hal yang tidak nyata. Tapi, dia belum melihat sabit raksasa itu. Gagasan bahwa kejadian barusan hanyalah ilusi sempat melintas di benaknya,  tapi ia menyadari bahwa apapun kesimpulannya, tidak akan mengubah kenyataan yang terjadi sekarang, dan dengan segera ia menghapus pikirannya.
Tendangan yang kuat mendarat di lehernya. Sepertinya ada suara retak, tapi tak ada yang salah dengan tulang belakangnya. Tapi—rasa sakit yang amat sangat menyerang pundaknya, pangkal lehernya berdenyut menyakitkan seolah semua rasa sakit berkumpul di sana.
Namun, sekarang ini, itu hanyalah hal sepele bagi si penjahat.
“Um, um, tunggu dulu, ku… kumohon… tolong t-t-t-tungu d-dulu.”
Yang keluar dari mulutnya adalah bahasa sopan yang menyedihkan dari anjing pecundang.
Sekarang ini, ia mengerti situasi yang dihadapinya. Tepatnya, ia merasa putus asa, seperti seseorang yang masih dalam mimpi, tapi rasa takut memaksanya untuk sadar.
Tapi—ia masih tidak mengerti. Siapa ‘bayangan’ ini, atau mengapa ia harus menghadapi masalah macam ini.
Kemungkinan tertingginya adalah bahwa ini berhubungan dengan ‘pekerjaan’. Memang, ada resiko dalam pekerjaannya, dan ada pula kemungkinan punya musuh. Meski demikia, ‘musuh’ itu adalah polisi atau gangster, atau mereka adalah target ‘kerja’ mereka: imigran ilegal atau anak yang lari dari rumah.
Ia sudah siap dengan segala kemungkinan itu, dan sudah menyelesaikan tugasnya sambil berhati-hati dan menghindari menarik masalah. Tapi, ‘bayangan’ dalam setelan hitam di depannya adalah sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan, dan dia benar-benar tidak tahu bagaimana menghadapinya. Taktik terbaik yang terlintas, yaitu melarikan diri, telah hilang. Dan sekarang penjahat itu sudah terkepung di empat sisi.
Sekarang opsi bagi si penjahat berkurang jadi dua pilihan, mati terhormat atau menyerah. Tapi mustahil memutuskan mana yang harus dipilih jika motif lawan masih menjadi msiteri. Karena tak ada bedanya tindakan manapun yang ia pilih, ia membuat suara yang paling merayu dan seteguh mungkin. Jika ia tidak bisa bicara, ia tahu kemungkinan besar karena ia sudah dikuasai oleh rasa takut.
“Tunggu… kau mencari orang yang salah, aku nggak akan melakukan apapun, tolong, tolong maafkan aku, maafkan aku, maafkan.”
Seluruh tubuh penjahat itu bergetar ngeri, seolah seorang yakuza tiba-tiba menodongkan senjata ke arahnya.
Melihat sikap si penjahat berbalik, si ‘bayangan’ hanya berdiri di sana, diam seperti biasa. Ia melihat ke sekitar, nampak mencari sesuatu—lalu tiba-tiba berbalik memunggungi si penjahat dan berjalan ke arah wagon di dalam tempat parkiran.
Jenis kendaraan macam ini biasa terlihat di sekitar Stasiun Ikebukuro malam hari, dan dengan kaca hitam yang dipasang sampai jendela kursi belakang, sulit melihat apa yang ada di dalam.
‘Bayangan’ itu nampaknya bisa melihat melewati kaca hitam itu, melangkah terus mendekati wagon dengan penuh keyakinan
—Ah?—— Eh?! Sial!
Itu adalah mobil yang digunakan si penjahat selama ‘bekerja’. Meskipun ia masih tidak tahu apa yang diinginkan lawannya, sudah jelas si ‘bayangan’ mengincar mereka. Di atas semuanya, meski ada banyak mobil,  ia berjalan lurus ke arah mobil mereka tanpa ragu sedikitpun?
—Oi, tunggu dulu, bahaya, ini jelas bahaya!
Tindakan ‘bayangan’ yang sudah bisa dibaca itu mengirim kejutan ringan di punggung di penjahat. Sampai saat ini, ia dipenuhi oleh teror si ‘bayangan, tapi di dalam dirinya sekarang mencuat ketakutan yang sama sekali berbeda.
—Aaaaahhh, aaahhhh, ahhhhhhhh, tunggu dulu tunggu dulu tunggu tunggu tunggu! Jika… Jika apa yang ada di dalam wagon diketahui, kami bisa habis. Oi, bahaya, serius nih, apa yang harus kulakukan? Sial sial sial sal sial sial sial—Apa? Apa yang ingin dia lakukan!?
Dua ketakutan berperang dalam otak penjahat itu.
Yang satu adalah ketakutan akan ketidaknyataan di depannya, yang lain adalah teror dari kenyataan yang terlalu nyata.
—kalo sampai yang di dalam wagon itu diketahui, polisi gak ada apa-apanya dibanding disiksa dan dibunuh!
Membayangkan mayatnya dikubur di hutan dalam Gunung Fuji, lutut penjahat itu gemetar lebih keras.
—Sesuatu, pikir sesuatu, apa yang bisa membunuh si masked rider ini—
Mengatasi ketakutannya akan ‘bayangan’ secara tidak langsung, penjahat itu memeras otak untuk mencari jalan keluar dari situasi ini.
Dan, yang tercermin di matanya—adalah mobilnya sendiri yang ia kendarai untuk bertemu di tempat parkir.
‘Bayangan’ berhenti dalam diam sepuluh meter dari wagon incarannya.
Suara lembut pintu mobil yang dibuka dan ditutup terdengar dari belakang. Tepat ketika ia menyadarinya dan menoleh, raungan mesin yang kuat bergaung di tempat parkir itu.
“…”
‘Bayangan’ itu, sudah berbalik sepenuhnya, melihat mobil merah tua melaju ke arahnya. Mobil dikebut lebih cepat dari kemampuannya, tidak memberi ‘bayangan’ waktu untuk sembunyi di balik pilar.
Setelah ragu sejenak, si ‘bayangan’ berlari ke arah berlawanan dari wagon.
Ia bermaksud untuk masuk ke dalam mobil lalu meluncur keluar di saat terakhir, tapi si penjahat, yang konsentrasinya dikuasai oleh rasa takut, menangkap gerakan itu. Begitu si ‘bayangan’ membungkuk sedikit, penjahat itu telah memutar setirnya.
Satu dentaman.
Dan si ‘bayangan’ terlempar ke udara.
Lalu ‘bayangan’ itu terbanting keras ke atas beton.
“WOooooOOO! Kena! Ke—na! rasakan itu, rasakan itu, rasakan itu brengsek!”
Merasa gembira dengan hasilnya, ia menurunkan kecepatan mobilnya. Tanpa menunggu mobil itu benar-benar berhenti, ia meloncat keluar dan berlari untuk memberikan pukulan akhir dengan pipa besinya, tapi—
“?!”
Agak jauh dari ‘bayangan’ yang terbaring di atas beton, di depannya terdapat benda hitam tergeletak.
Dilihat dari desainnya yang unik, tak diragukan lagi itu adalah helem full-face yang dikenakan di ‘bayangan’ tadi.
Tapi yang membuat penjahat itu kaget bukanlah helemnya—tapi tubuh si ‘bayangan’ yang seharusnya memakai helem.
“Kepala..nya…”
Tempat di atas badannya di mana seharusnya kepalanya berada nampak kosong.
—aku memenggalnya?! Tidak jangan bercanda itu tadi cuma pembelaan diri tapi tidak kenapa? Tunggu, tahan dulu
Diserang berulang-ulang oleh skenario yang aneh. Kekacauan dalam otaknya sudah mencapai puncak.
Karena itulah, ia tidak menyadari.
Bahwa tak ada setetespun darah mengalir dari tubuh yang seharusnya terpenggal.
♂♀
《Orang yang mengendarai Black Bike—tidak punya kepala.》
♂♀
Penjahat itu beringsut ke arah tubuh yang tanpa kepala itu tanpa takut-takut—
tanpa peringatan sebelumnya, ‘bayangan’ tanpa kepala melompat.
♂♀
《Dia bisa gerak meski tanpa kepala. 》
《Nah, selamat malam~》
—Kanra has left the chatroom—
♂♀
“Wooaaaaaahhhh?!”
Menghadapi hal tak terduga itu, hal pertama yang dirasakannya bukanlah takut, melainkan takjub.
Trik sulap?                 Kostum?              Robot?
Pemenang lomba kostum?       Hologram?
Mimpi?                  Ilusi?             Halusinasi?       Tipuan?
Bermacam kata sederhana yang muncul di pikirannya menghilang bagaikan gelembung sebelum sempat ia pertimbangkan.
Mungkin yang seharusnya dikagumi penjahat itu bahwa ada orang yang tak terluka meski sudah ditabrak mobil, tapi ia tidak sedang dalam kondisi yang membuatnya menyadari itu.
Lalu—seperti sebelumnya, kabut hitam mulai mengalir dari punggung si ‘bayangan’ dan dengan cepat berubah bentuk menjadi sabit raksasa.
Ketika kekaguman mulai berubah jadi ketakutan, mulut penjahat itu menganga mengeluarkan raungan putus asa.
Ketika ia mulai menjerit, penjahat itu merasakan sesuatu yang tajam menggores lehernya—
Dan dunia yang dikenalnya diliputi kegelapan.
♂♀
PM mode 【Um, Setton-san, ada yang ingin kupastikan. 】
  • PM: private message. These kinds of messages can’t be viewed by anyone besides the recipient.
PM mode [Oke-doki.]
PM mode [Apa itu? Sesuatu yang tidak boleh dilihat yang lain?]
PM mode 【Kanra-san mengatakan hal-hal yang agak bodoh, ya? 】
PM mode [Memangnya sebodoh itu?]
PM mode 【Nah, nggak seburuk itu XD dan lagi, aku datang ke chatroom ini karena undangan Kanra-san. 】
PM mode [Aku juga. Kanra-san kadang terbawa suasana, tapi kau juga tidak bisa sungguh membencinya.]
PM mode 【Dan dia tahu banyak hal yang kita tidak tahu. 】
PM mode [Hanya kita tidak tahu seberapa jauh kebenarannya. Ah, tapi biar kuberi satu nasihat.]
PM mode [Aku tahu kita membicarakan Black Biker yang berkeliaran di kota, tapi]
PM mode [Kupikir lebih baik kita tidak terlibat dengannya~]
PM mode [Oke deh, malem~]
—Setton has left the chatroom—
PM mode 【Eh】
PM mode 【Huh, dia pergi. Selamat malam~】
PM mode 【Ah terserah.】
—Tanaka Tarou has left the chatroom—
♂♀
Pengendara tanpa kepala mengambil helemnya dan meletakkannya di atas lehernya yang kehitaman. Sebuah bayangan kecil mengalir dari daerah kerah, meresap ke dalam helem dan bergabung dengannya
Ia memutar kakinya seolah tak ada apapun yang terjadi, pengendara tanpa kepala berjalan dalam diam ke arah wagon.
Di pintu masuk parkiran—si pengendara tanpa kepala diam-diam meninggalkan tempat itu, sudah menyelesaikan tugasnya. Beberapa laki-laki masih tergeletak di jalan, jadi sepertinya tak ada orang yang melewati tempat itu. Atau kemungkinannya orang yang lewat berpura-pura tidak melihat apapun.
Sepeda motor hitam yang terparkir di kegelapan mendengungkan mesinnya, seolah menyambut kembali pemiliknya. Mesinnya, yang tak bersuara meski kendaraan itu sedang berjalan, meraung sendiri meski kunci kontaknya tidak terpasang.
Melihat itu, si pengendara tanpa kepala membelai tangki bensin, seolah mengagumi kuda yang ia sayangi. Sepeda motor itu juga tampak puas, memelankan suara mesin, dan pengendara tanpa kepala menunggangi jok.
Kemudian, mesin hitam tanpa lampu itu membawa pergi penunggangnya.
Di bawah langit tak berbintang.
Tanpa suara, seakan larut dalam kegelapan—

di 02.22 Diposting oleh Karasumori Kun 0 Comments

sebelumnya thanks buat kulonread yang udah translate~

 

Prolog
Benar-benar cerita yang rumit—
“Hey hey hey! Kau ada di dalam, Seiji-san? Aku mampir lagi, nih! Aw, lagi-lagi kau tidak sengaja mengunci pintumu? Aku jadi tak bisa masuk, nih!”
Perhatian, perhatian.
Stalker memasuki rumahku, dan memukul-mukul pintu rumah sejak tadi. Dia bahkan tidak membunyikan bel? Apa sih yang dipikirkannya?
“Pintunya terkunci! Kau tidak tidur, kan? Kyaa! Ini pertama kalinya aku datang ke rumah cowok yang sedang tidur!”
Peringatan, peringatan, peringatan untukku sejak minggu lalu. Aku yang tidak sengaja menyelamatkan pendatang baru dari dua orang jahat. Baru saja aku tahu bahwa mereka satu sekolah denganku, mulai besok, semuanya sudah jadi begini. Tapi anak yang satu itu kelihatannya jelas tipe anak yang sopan.
“Kau tahu…Sebenarnya…Aku selalu menyukai Seiji-san! Kau ingat? Saat ujian masuk, aku duduk di sampingmu! Karena anak yang duduk di sebelahku punya nama yang aneh seperti Ryuugamine[1], Aku ingin lihat nama orang yang duduk di sebelah kiriku, dan hanya dengan sekali lihat, itu adalah cinta pandangan pertama! Dan sejak hari itu, aku selalu, selalu mengingat namamu! Meskipun aku tidak cukup berani untuk menyatakannya padamu…kau menyelamatkanku, dan lalu aku pikir…. ‘Aaahhh, ini pasti adalah takdir!’ kejadian itu membuatku jadi percaya diri. Jadi, itulah sebabnya, biarkan aku menemuimu, Seiji-san!  Aku ingin mengisi batere dengan melihatmu, Seiji-san! Kumohon, boleh ya?”
Peringatan, peringatan.
Setelah menyelamatkannya, anak ini diam-diam mengikutiku pulang, dan setelah itu hampir setiap hari dia datang. Dia tidak mau dengar meski sudah kusuruh pulang. Dan segala macam hal yang dia teriakkan barusan? Aku sudah mendengarnya sampai dua ribuan kali sebelumnya.
“Jangan-jangan kau sedang sakit? Kau sakit, makanya kau tidak menjawab? Oh tidak! Cepat buka pintunya! Sejak ujian masuk, aku menyelidiki tentangmu, Seiji-san! Aku tahu semua tentangmu seperti tanggal lahir dan keluargamu!”
Polisi, polisi.
‘Aku akan memanggil polisi.’
Baru setelah aku mengatakan hal itu, untuk sehari dia tidak datang.
Tiga jam setelah serangan. Sepertinya anak itu sudah pulang, aku memutuskan pergi ke swalayan satu blok dari apartemen untuk membeli sesuatu. Sambil membawa pasta gigi dan koran, bayangan tentang cewek-denpa[2] itu terlintas di benakku.
Kesan pertamaku tentang dia adalah anak itu cantik, kelihatan sudah mengalami banyak hal di dunia—atau mungkin frase ‘lady yang cantik’ lebih akurat. Tapi kenapa gadis semacam itu bisa tidak punya pacar?—jawabannya mungkin adalah apa yang kualami hari ini.
Tak peduli betapa manisnya cewek-denpa itu, aku tetap akan menolaknya dengan sopan. Jika aku diharuskan punya pacar, masalahnya jadi beda—tapi diriku sendiri sedang tidak tertarik. Karena aku ‘sudah punya pacar’.
Tapi gimana dengan upacara penerimaan besok?
Aku memasuki lantai tempatku tinggal, iseng memikirkan pertanyaan itu sambil berjalan menyusuri koridor yang sempit.
Jika aku harus melihat gadis itu setiap kali pergi ke sekolah, lebih baik tidak usah sekolah saja sekalian. Ah…benar, lagipula aku sudah punya pacar. Dia, begitu kalem dan cantik, jauh lebih baik daripada anak itu. Selama aku bersamanya, bukan masalah meski aku tidak masuk sekolah. Aku tinggal bekerja di kantor kakak, tinggal kelas juga bukan masalah.
Aah, aku ingat sekarang. Akhirnya aku ingat kenapa aku menyelamatkan anak itu dulu. Meskipun kalau kusebutkan sekarang, terasa bias, tapi aku menyelamatkannya karena dia mirip dengan pacarku. Kalau kupikir lagi sekarang, sepertinya aku sudah melakukan hal yang idiot. Aku lari menyelamatkan seseorang cuma karena mereka mirip, padahal kepribadiannya  jauh berbeda.
Sambil mempertimbangkan hal itu, aku memasukkan anak kunci ke dalam lubang kunci di pintu rumah.
Eh? Aneh.
—Pintunya terbuka.
Bahaya, bahaya, bahaya— tanda bahaya menyergap ke seluruh tubuhku.
Sirene meraung—aku membuka pintu dan menemukan sepasang sepatu wanita.
“Se-Seiji… san…”
Aku memasuki kamarku, menemukan cewek stalker itu berdiri di sana, terpaku di tempatnya.
Aku menyadari bahwa secara abnormal aku terlalu tenang meski menghadapi seorang gadis yang nekat menguntit sampai ke kamarku. Karena pada saat yang sama aku sedang mengawasi reaksinya.
Lalu aku berkata dengan dingin, begitu dinginnya sampai aku sendiri terkejut.
“Kau melihatnya?”
“Anu…emm…aku…kau tahu..”
Ekspresi wajahnya berbeda dari biasa, dipenuhi dengan ketegangan dan ketakutan.
…apaan? Jadi ternyata dia bisa juga berekspresi seperti itu.
Pada saat itu juga, aku jadi yakin. Yakin—bahwa gadis ini pastilah sudah melihat apa yang tidak seharusnya ia lihat.
“Umm…um, Seiji-san…aku…ya, aku tidak akan memberitahu siapapun! Meski begitu, aku masih suka Seiji-san! Anu…jadi…itu…tidak usah cemas! Apapun yang kau lakukan, aku oke kok. Jadi…ah, um…kau tahu…”
Keadaan sudah berbalik. Sepertinya ini giliranku membuatnya tidak bisa melawan.
“Nggak apa.”
“Seiji-san!”
Mendengar jawabanku, harapan mewarnai suara stalker cewek itu.
“Nggak apa-apa.”
“Seiji… san?”
Sepertinya dia menyadari tatapan dingin di mataku. Dalam sekejap, kegelisahan menutupi harapannya sekali lagi.
Aku ingin mengubah ekspresinya menjadi lebih putus asa, jadi aku mengulang sekali lagi:
Nggak apa-apa.
_______________________________________________
“Seiji!”
Waktu kakak pulang dengan membawa dua orang bawahan, aku hanya makan cup mie di ruang duduk. Dengan gesit, dua bawahan itu memasukkan si cewek stalker ke dalam tas kantong besar dan membawanya keluar. Kakak memperhatikan sekeliling ruangan, melihat ke dinding yang dipenuhi bercak darah, dan memelukku dengan erat.
“Nggak apa-apa. Bukan masalah.”
Meskipun hawa tubuh kakak memberiku kehangatan, aku merasa tidak nyaman dipeluk begini saat sedang makan.
“Seiji, kau tidak perlu khawatir, kakak akan mengurus semuanya, kau mengerti?”
“Nee-san, bukan cewek itu yang kucemaskan, tapi ‘dia’.”
“Jadi memang Seiji yang membawanya keluar … nggak masalah, biar kakak yang mengurus semuanya. Nggak apa-apa, selama kakak di sini, kakak pasti akan menjaga Seiji…bahkan dari para polisi sialan itu, aku tidak akan pernah membiarkan mereka membawamu pergi, tidak akan pernah, jadi kau tidak perlu mencemaskan apapun.”
Setelah itu, kakak memberikan perintah pada bawahannya lalu pergi.
Mungkin lebih baik aku tidak usah bekerja di kantor kakak. Karena kakak sepertinya menyembunyikan sesuatu, diam-diam bekerja dengan segala macam orang. Seperti bawahan yang dibawa kakak—mereka jelas-jelas sedang melihat mayat, tapi mereka tetap melakukan apa yang diperintahkan tanpa komplain sedikitpun; jelas-jelas ini janggal.
Aku tidak mau kerja dengan orang-orang jahat ini, bisa-bisa mungkin aku yang akan jadi jahat?
Kalau aku jadi orang jahat dan ditangkap polisi, dia pasti akan kesepian. Aku tidak akan membiarkan itu terjadi.
Sambil memperhatikan bawahan kakak yang dengan tanpa ekspresi menggosok noda darah di dinding, pelan-pelan aku menyeruput mie instanku.
Eh, mi ini menjijikkan.
Ini adalah cerita yang benar-benar rumit.
Cerita cinta yang rumit.